HISTORIOGRAFI KOLONIAL

A. Pengertian Historiografi
Historiografi adalah hasil dari sebuah penulisan sejarah, dengan apa yang dituliskan itulah sejarah yaitu histoire-recite, dengan sebagaimana dikisahkan, mencoba menangkap dan memahami histoire-recite, sejarah sebagaimana terjadinya (Taufik Abdullah, 1985). Senada dengan itu, historiografi atau historiography adalah penulisan sejarah (Suhartono, 2010: 175).  Pola historiografi adalah struktur gagasan yang ditentukan terutama oleh realitas utama. Penyimpangan yang keterlaluan dari realitas utama yang diamati dari luar ketika, misalanya, meneliti historiografi Jawa, memberi kemungkinan bahwa historiografi tidak berakar pada kebutuhan untuk menggambarkan realitas tersebut (Mohammad Ali, 1995: 13).
Historiografi Indonesia dari masa dulu telah mengalami perkembangan. Bermula dari historiografi tradisional, historiografi kolonial, historiografi revolusi dan yang terakhir berkembang adalah historiografi modern. Setiap perkembangan historiografi memiliki karakteristik, metode, dan motivasi penulisan yang berbeda, beda satu dengan yang lain. Situasi dan kondisi politik sangat berpengaruh pada penulisan sejarah.
Dalam masalah karakteristik historiografi kolonial dengan historiografi lainnya adalah penulisan dilakukan oleh sejarawan atau orang-orang kolonial/barat. Maksud setiap pembuatan historiografi kolonial dimaksudkan untuk menjadi laporan pada pemerintahan kerajaan Belanda untuk dijadikan bahan evaluasi menentukan kebijakan pada daerah kolonial/jajahan. Dalam historiografi kolonial memiliki sifat yang memusatkan pada sejarah bangsa Belanda dalam perantauannya, baik dalam pelayaran maupun pemukimannya dalam benua lain. Jadi yang primer ialah riwayat perantauan atau kolonialisasi bangsa Belanda, sedangkan peristiwa-peristiwa sekitar bangsa Indonesia sendiri menjadi skunder.

B.  Historiografi Kolonial
Historiografi kolonial adalah sebuah penulisan sejarah yang terjadi pada waktu penjajahan Belanda di Indonesia. Historiografi kolonial ditulis oleh penulis-penulis dari Belanda. Sumber-sumber yang dipergunakan ialah dari arsip negara di Belanda dan Jakarta (Batavia), pada umumnya sumber-sumber dari Indonesia diabaikan. Menurut Mohammad Ali (1995: 7), Sejarah kolonial pada umumnya menjadi kebanggaan bangsa yang pernah menjadi penjajah. Informasi tentang hal ini tersedia dalam berbagai bentuk, dan karenanya siap dipelajari sehingga dapat diselidiki dalam bentuk tertentu.
Menurut Kuntowijoyo dalam Taufik Abdullah (1985), historiografi kolonial tidak lepas dari jeratan Neerlanddosentrisme dan kolonialsentisme yang berkesinambungan, melainkan juga memberi ruang yang jauh lebih besar pada mereka yang tertindas dan termajinalkan untuk memiliki hak atas sejarah. Terinspirasi oleh Sartono Kartodirdjo yang menghadirkan petani untuk merepresentasikan hak sejarah orang Indonesia yang terabaikan dalam historiografi kolonialsentris, Kuntowijoyo melalui tanggung jawab keagamaan dan sosialnya selalu berusaha menghadirkan kenyataan sejarah dari masa lalu masyarakat yang tidak mendapat tempat dalam historiografi Indonesia sebelumnya, termasuk tulisannya tentang sejarah Madura.
Sejalan dengan itu menurut Van Luer pada tahun 1934 menjelaskan seperti diketahui bahwa selama masa kolonialisme, sejarah Nusantara ditulis oleh orang-orang Eropa khususnya Belanda. Mereka menulis sejarah Nusantara dengan menggunakan perspektif mereka sendiri sebagai orang luar atau sebagai orang Eropa.  Oleh karena itu aktor-aktor sejarah Indonesia justru didominasi oleh pelaku-pelaku sejarah yang berkebangsaan Eropa (Singgih, 2014: 32). Pada masa kolonial penulisan sejarah sebagai laporan perjalanannya di tanah jajahan, jadi yang dituliskan hanyalah orang-orang barat di tanah jajahan dan menggunakan sukuisme dengan merendahkan tanah jajahan (Syahdan, 2012: 1).
Jadi dapat kita perjelas dalam historiografi kolonial yang menonjol adalah para kolonial Belanda, hal ini dikarenakan para penulisnya adalah orang-orang Belanda sendiri, dalam penulisan tampak tidak ada pembahasan masalah orang pribumi. 
C. Tradisi Asal Mula Historiografi Kolonial
Kapan dimulai tradisi historiografi kolonial Belanda di Indonesia merupakan hal yang penting di bahas. Priode yang menjadi kajian utaman kapan historiografi kolonial berkembang merupakan kajian para sejarawan. Kajian sejarawan menjelaskan bahwa peran sejarawan kolonial dalam historigrafi dimulai priode kolonial sejak kedatangan bangsa Eropa datang ke Indonesia. 
Dalam buku Jan Luiten van Zanden yang berjudul “Ekonomi Indonesia 1800-2010 Antara Drama dan Keajaiban Pertumbuhan (2012),  menjelaskan: terbentuknya Hindia Belanda pada tahun 1816 setelah pemerintahan Inggris di bawah Thomas Stamford Raffles mengembalikan pulau Jawa kepada pihak Belanda. Dalam pembahasan pertumbuhan ekonomi Indonesia, Jan Luiten banyak mengkaji tentang tanaman ekspor Belanda, keungan Belanda dan sebagainya merupakan salah satu bukti historiografi kolonial.
Dalam hal ini kebanyakan historiografi kolonial lebih banyak di tulis di Belanda dan penulisnya tidak pernah berkunjung ke Indonesia dan sejarah yang di tulis dalam bahasa istilah sejarah atas geladak kapal atau gudang-gudang loji. Selain itu yang menulis mendapatkan data-data dan informasi dari para pejabat pribumi dan pejabat kolonial ((http://clio1673.blogspot.com/2013/01/jc-van-leur-abad-ke-18-sebagai-kategori.html, diunduh pada Minggu 26 Mei 2013).
Historiografi kolonial berlangsung sampai tahun 1942 dimana sebelum Indonesia merdeka. Setelah Indonesia merdeka maka historigrafi tersebut berubah menjadi historigrfai Indonesia sebagaimana yang berperan dalam penulisannya orang Indonesia sendiri.

D. Ciri-ciri Historiografi Kolonial
Ada beberapa ciri-ciri historiografi kolonial yang dapat lihat dari berbagai aspek antara lain:
a. Penulisannya oleh orang Belanda
b. Penulisannya menggunakan bahasa Belanda
c. Penulisannya dari sudut pandang Belanda/kolonial
d. Bentuk dari penulisan berupa laporan-laporan
e. Bersifat Eropa sentris atau lebih fokusnya Belanda sentris
f. Sumber penulisan dari arsip negara di Belanda dan Jakarta
g. Penulisan berupa memori tulisan serah jabatan atau laporan khusus kepada pemerintah pusat di Batavia mengenai kekuasaandan peluasan wilayah pejabat yang bersangkutan. Biasanya dilengkapi dengan data statistik dan pemetaan gambaran suatu daerah. 
h. Dalam penulisan suatu daerah jarang menggambarkan kondisi rakyat di tanah jajahan.
Berdasarkan beberapa keterangan di atas di dukung oleh para sejarawan Indonesia seperti Sartono Kartodirdjo, Mohammad Ali, Taufik Abdullah dan ada juga sejarawan dari luar seperti Van Leur.

E. Contoh dan Penulisan Historiografi Kolonial
Dalam penulisan historiografi kolonial identik dengan tulisan bahasa Belanda dan penulisan dilakukan oleh sejarawan atau orang-orang kolonial sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa contoh karangan orang Belanda sendiri seperti berikut:
1. Belanda Sentris
- J.K.J de Jonge. De opkomst van Nederland Gezag in oost Indie (1595-1814)
- J.E. Heeres dan F.W. Stapel. Corpus diplomaticus neerlando Indicum (1907-1955)
- F.W. Stapel (ED). Geschiedenis van Nederlandsch Indie (1931-1943)
2. Indonesia Sentris
- Y.C. Van Leur. ( Indonesian Trade and Society)
- Karya B.J.O . Schirecke (Indonesian Sociological Studies)
- Karya B.H.M. Viekke (Indonesian Society In Transition)
- Karya H.J.E. Graaf

F. Kelebihan dan Kekurangan Historiografi Kolonial
Dalam historiografi kolonial ada kelebihan dan ada kekurangan, hal dapat dilihat sebagai berikut:
1) Kelebihan Historiografi Kolonial
Historiografi kolonial tentu memberikan penguatan proses naturalisasi historiografi Indonesia. Terlepas dari subjektivitas yang melekat, sejarawan yang biasanya berorientasi pada fakta-fakta dan kejadian-kejadian. Kekayaan akan fakta sungguh mencolok, kemudian dalam pembicaraan mengenai historiografi Indonesia tidak dapa mengabaikan leteratur historoigrafi yang dihasilkan kolonial Belanda.
2) Kelemahan Historiogfai Kolonial
Secara kualitatif buku-buku yang dibuat oleh sejarawan kolonial hampir seluruhnya membahas tentang Gubermen dan pemerintahan kolonial Belanda dan orang-orang pribumi hanya sedikit. Tidak membahas pula cara berfikir orang-orang Indonesia dan berupaya meneliti seperti syair, hikayat, babad dan sejarah. Mereka juga malu bahan-bahan yang mereka buat di kritik dan selalu membenarkan apa yang mereka buat. Sedangkan secara kuantitatif sedikitnya karya-kaya tentang jatuhnya kolonial Belanda dan jumlah sumber yang terbuka terbatas. 

G.  Pertentangan Historiografi Kolonial
Sesuai dengan perkembangan zaman dalam penulisan sejarah di Indonesia semakin berkembang. Dalam historiografi kolonial lebih menekankan pada kehidupan orang-orang Belanda. Namun, sesuai dengan perkembangan zaman maka banyak yang menentang tentang historiografi kolonial karena di anggap banyak bertentangan dengan fakta yang terjadi selama kolonial Belanda di Indonesia, tidak hanya sampai disitu para sejarawan Indonesia juga kritis terhadap penulisan yang dibuat oleh orang-orang kolonial. Ada beberapa kritikan terhadap historiografi kolonial antara lain:
1. Dalam buku Kontowijoyo menjelaskan tentang karya Van Luer, karya-karya pada abad 18 banyak menjelaskan tentang perdagangan, peperangan, kerajaan, dan kota-kota yang ada dengan tanpa melihat kondisi bangsa Indonesia secara langsung. Ilmuwan ini memandang negara-negara Timur dari persfektif Barat. Hal inilah yang coba dibantahnya, ternyata apa yang digambarkan dalam karya-karya masa kolonial tidak sesuai dengan kenyataan. Minsalnya karya Dr. Godee Molsbergen yang mengemukakan bahwa VOC dalam abad kedelapan belas merupakan dari refleksi sejarah Belanda yang muncul menentukan kekuatan Eropa. Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut Van Luer, penulisan masa kolonial banyak tidak sesuai dengan kenyataan (Nursam M, 2008).
2. Dalam makalah yang berjudul “Oral History; Menyajikan Arsip Terkini, Menjadikan Historiografi Lebih Manusiawi”, Penulis Reni Nuryanti Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah FIB UGM 
3. Dalam Buku yang berjudul “Bukan 350 Tahun Di Jajah”, Penulis G.J Resink, Edisi 8-14 November 2012, diterbitkan Komunitas Bambu. Dalam buku yang tebalnya 366 halaman ini menjelaskan tentang sejarah mengenai kolonialisme Belanda di nusantara harus ditulis ulang. Sebagaimana selama ini, hampir semua buku sejarah, terutama buku ajaran di sekolah menyatakan bahwa Indonesia (Nusantara) mengalami penjajahan selama 366 tahun. Dalam penelitiannya Getrudes Johannes Resink yang seorang ahli hukum ini menggunakan pendekatan hukum internasional yang mana dengan mengumpulkan data-data dari dunia perundangan-undangan dan para ahli hukum sebagai dasar penelitian. 
Hasilnya dalam perundang-undangan tersebut menunjukkan banyak kerajaan-kerajaan dan negeri-negeri di Indonesia belum takluk di bawah cengkeraman tangan besi hukum Negara Belanda. Pasal 25 tahun 1836 dalam Peraturan Tata Pemerintahan Hindia Belanda  menyimpulkan bahwa disekitar kerajaan Hindia Belanda terdapat raja-raja Hindia yang merdeka, meskipun berjumlah sangat sedikit (Halaman 64). 
Walhasil, sebagaimana dikatakan oleh sejarawan Taufik Abdullah Resink “berjasa penting memperknalkan pendekatan umum internasional dalam menelaah sejarah kolonialisme dan kesimpulan dari penilitiannya kekuasaan Belanda yang dikatakan selama 350 tahun di Kepulauan Indonesia sebenarnya tak lebih dari mitos politik belaka yang tak bisa bertahan melawan ujian kebenaran sejarah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAJIAN SEJARAH SOSIAL