Sekilas Sejarah Kota

SEKILAS SEJARAH KOTA
Manusia hidup tidak lepas dari kejadian-kejadian dan kejadian tersebut akan menjadi sejarahnya masing-masing. Perkataan sejarah sendiri memiliki definisi yang berbeda-beda akan tetapi tetap mengarah pada  asal usul, peristiwa, dan ilmu pengetahuan. Dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia karangan R. Moh. Ali yang diterbitkan tahun 2005 oleh LkiS, menekankan walaupun dari berbagai negara memberikan arti sejarah yang berbeda-beda yang menurut definisi dalam bahasa seperti history (Inggris), Geschichte (Jerman) atau geschiedenis (Belanda). Dari berbagai bahasa tersebut dengan tegas bahwa dalam sejarah ada tiga hal yang terpenting antara lain:
1)      Kejadian-kejadian peristiwa seluruhnya yang berhubungan dengan nyata di dalam manusia sekitar kita;
2)      Cerita yang tersusun secara sistematis (serba rapi dan teratur) dari kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa umum; dan
3)      Ilmu yang bertugas menyelidiki perkembangan negara-negara, peristiwa dan kejadian-kejadian lampau.
Dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah karya Kuntowijoyo yang diterbitkan pada tahun 1999 oleh Yayasan Bentang Budaya, yang memberikan gambaran dalam bahasa Arab sejarah sendiri disebut syajara yang berarti terjadi, syajarah yang berarti pohon, dan adapula syajarah-an-nasab berarti pohon silsilah. Istilah yang menggunakan sejarah pada dasarnya pada apa yang sudah terjadi atau lebih pada yang terdahulu yang dianggap sebagai sejarah. Namun demikian perlu kiranya diketahui bahwa yang sudah terhadi tersebut dapat dibagi lagi menjadi dua macam yaitu pertama, kejadian di luar pengetahuan manusia atau sering disebut sebagai sejarah objektif dan kedua, yang terjadi dengan sepengetahuan manusia atau sering disebut sebagai sejarah subjektif. Sebagai contoh sejarah objektif adalah terjadinya Gempa Bumi dan Stunami Aceh 2004 silam yang mana manusia tidak mengetahuinya dalam artian tidak diduga dan merupakan gejala alam. Sedang untuk sejarah subjektif dapat diberikan contoh seperti hak veto Presiden Amerika yaitu Donald Trump terhadap Yerussalem sebagai ibukota Israel.
Berbicara masalah sejarah, pada abad ke 19 adanya sejarah kolektif memberikan perdebatan yang pelik. Penulisan sejarah pada masa tersebut lebih pada sejarah politik yang membuat orang besar saja. Penolakan yang dilakukan oleh para sejarawan terhadap sejarah yang kolektif (sejarah politik) bahwa sejarah bukan miliki para penguasa saja karena dibalik itu terdapat golongan sosial yang memiliki kelas masing-masing yang menjadikan adanya sejarah sosial (di Indonesia disebut sejarahnya wong cilik) maka sejak itulah sejarah sosial berkembang yang selanjutnya akan disusul oleh kategori tema-tema sejarah seperti sejarah ekonomi, sejarah maritim, sejarah kota, sejarah desa, sejarah lokal, sejarah nasional, sejarah budaya dan seni, sejarah agraria, sejarah wanita, sejarah psikologi, sejarah pendidikan dan sebagainya. Jika kita lihat dalam buku Teori dan Metodologi Sejarah karya Suhartono W. Pranoto tahun 2010 sendiri menyebutkan ada dua puluh tiga kategori tema sejarah yang mana memiliki ciri dan ke khasan bahasan sendiri. Namun demikian, walaupun kategori tema sejarah telah dibagi-bagi tetap saja dalam metode tetap menggunakan metode sejarah. Selain itu tetap dalam masing-masing kategori tersebut kadang-kadang menggunakan bantuan bahasan lainnya seperti sejarah lokal kadang akan memuat bahasan budaya juga.
Dalam tahap metode sejarah pada tahap keempat atau tahap lima (lihat sumber buku yang digunakan ada yang lima tahap dan ada empat tahap), tahap akhir tersebut adalah historigrafi yang berarti penulisan sejarah.  Dalam penulisan sejarah memang memberikan gambaran yang menarik akan tema yang telah ditentukan pada tahap awal. Sejarah Kota menjadi salah satu tema yang cukup menarik untuk dikaji. Belakangan muncul topik atau tema yang membahas kota baik dari perkembangan infrastruktur, golongan yang ada dalam kota, perubahan masyarakat, ekonomi masyarakat, dinamika politik, dan sebagainya. Sedikit menelaah pada buku Pengantar Sejarah Kota karya Purnawan Basundoro yang diterbitkan tahun 2012 oleh Penerbit Ombak ini menekankan pada ruang. Walaupun menekankan pada ruang yang memiliki cakupan wilayah kota saja, namun tidak semua kejadian yang ada di kota bisa dikatakan masuk kajian sejarah kota. Jika Gilbert J. Garraghan menekankan pengertian sejarah pada apa yang benar-benar terjadi dimasa lalu dan sebuah rekaman masa lalu. Maka jika digabungkan dengan kota maka akan menjadi kajian khusus pada ruang lingkup kota saja.
Berbicara masalah kota, terdapat banyak definisi dalam artian tergantung ahli yang mengemukakan. Katakan saja jika ahli tersebut ahli ekonomi maka pengertian kota akan dilihat dari sudut perekonomian dan industri, berbeda lagi jika ahli tersebut dari politik maka pengertian kota akan dilihat dari sudut politiknya atau pemerintahan. Lain halnya jika dilihat secara umum maka kota terlihat secara umum masalah urbanisasi dan jumlah penduduk yang pandat seperti halnya kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Medan, Surabaya, dan lain sebagainya. Tentu hal tersebut tidak semuanya benar, karena pada dasarnya yang dikatakan kota sendiri memiliki syarat tertentu. Dalam buku Urban Sociology karangan E.E. Bergel mengemukakan bahwa kota memiliki perkembangannya masing-masing sehingga menjadi sebuah kota. Adapun istilah tersebut antara lain; Pertama, Village (desa) yang pada umumnya merupakan tempat pemukiman para petani, terlepas dari besar dan kecilnya daerah tersebut; kedua, Town dapat diartikan sebagai kota kecil; ketiga, City yang diartikan sebagai kota besar yang lebih bersifat kompleks; dan keempat, Metropolis yang lebih menekankan pada jumlah penduduk yaitu lebih dari 1.000.000 namun tidak sepenuhnya benar dalam artian banyak kota yang jumlah penduduknya lebih dari jumlah tersebut yang pada akhirnya batasan tersebut dipakai untuk arti internasional dan supranasional.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, kota memiliki ruang lingkup khusus. Perkembangan kota pada dasarnya kebanyakan kota bermula dari desa dan adapula karena tempat tersebut merupakan bekas pemerintahan (kerajaan) maka akan berjalan atau berkembang menjadi kota. Tetapi sebaliknya, ada juga desa yang hanya tinggal nama walaupun desa atau wilayah tersebut pernah berjaya dimasa lalu tak jarang desa tersebut ditinggalkan karena faktor-faktor tertentu seperti wabah/penyakit, bencana alam, akibat radiasi (nuklir) dan akibat serangan (perperangan).
Kita telah mengenal bagaimana perkembangan kerajaan-kerajaan di Indonesia mulai dari fase Hindu Buddha hingga Islam yang mana kerajaan tersebut kebanyakan tinggal nama saja, para arkeologi hanya menemukan sisa-sisa atau puing-puing bangunan yang mana telah terkubur dalam tanah. Jika kita lihat daerah tersebut di berkembang menjadi kota walaupun ada beberapa wilayah yang berdekatan dengan pusat pemerintahan kerajaan selanjutnya berkembang menjadi kota. Tidak jauh berbeda dengan fase Hindu Buddha sepertinya fase Islam juga mengalami hal yang sama. Tapi berbeda halnya dengan masa kolonial Belanda dimana biasanya wilayah bekas pemerintahan kolonial Belanda kebanyakan akan berkembang menjadi kota. Daerah Batavia merupakan daerah bekas dudukan Belanda yang lambat laun berkembang menjadi Jakarta. Perkembangan Batavia menjadi Jakarta tentunya memiliki mozaik-mozaik yang cukup unik jika kita kaji. Mozaik-mozaik tersebut akan memberikan gambaran bagaimana Batavia sebelum diduduki kolonial Belanda hingga menjadi wilayah pemerintahan kolonial Belanda, hingga nanti terlihat bagaimana ciri khas pemukiman dengan gaya arsitektur bangunan khas indis. Selanjutnya infrastruktur menjadi daya dukung tersendiri dalam perkembangan kota, terlihat masa kolonial Belanda membuat jalan-jalan dan rel kreta api sebagai akses untuk mempermudah jalanya alat transfortasi seperti modil dan kreta api. Sedangkan jumlah penduduk juga terlihat terus berkembang walaupun sistem tanam paksa terjadi yang menelan banyak korban terutama orang pribumi namun demikian setelah tanam paksa dihapus jumlah penduduk terus mengalami peningkatan ditambah dengan jumlah perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan tujuan masing-masing memberikan gambaran peningkatan jumlah penduduk yang terus meningkat. Batavia yang berubah nama menjadi Jakarta juga tidak lepas dari perkembangan industri, mungkin hal ini juga menjadikan jumlah penduduk terus meningkat. Karena seperti halnya, masyarakat desa banyak yang berbondong-bondong menjadi para buruh di pabrik-pabrik. Mungkan Jakarta menjadi salah satu contoh kota yang kompleks dalam kajian sejarah kota.
Jika kita kembali pada istilah kota di atas tadi mungkin kita bisa juga membuat kajian sejarah kota lebih pada town. Dimana town sendiri jelas dikatakan bahwa kota ini memiliki ruang lingkup yang kecil mungkin seperti kabupaten. Dalam kajian sejarah kota yang town sendiri disini akan kita coba memberikan contoh yaitu Kabupaten Aceh Tengah dengan ibukota Takengon.
Takengon merupakan salah satu ibukota dari sebuah kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Tengah. Kota Takengon diapit dan berada di tengah-tengah pegunungan yang dipenuhi hutan dengan varian pohon yang bermacam-macam tak jarang juga akan terlihat juga penus mercusi yang memberikan keindahan tersendiri. Kota Takengon sendiri memiliki sejarahnya sediri, dimana dahulu sebelum masuknya kolonial Belanda pada tahun 1904, Kota Takengon merupakan wilayah yang didalamnya terdapat pembagian walayah, setiap wilayahnya mungkin sama dengan kecamatan sekarang ini. Wilayah yang dibagi tersebut biasanya dipimpin oleh raja kecil dan tetap tunduk pada kerajaan pusatnya. Sehingga desa-desa tersebut tersebar diberbagai wilayah sesuai dengan garis wilayah yang sudah ditentukan. Selanjutnya pada tahun 1904, masuknya kolonial Belanda memberikan perubahan yang baru terhadap tata letak desa-desa yang berubah menjadi pemukiman kolonial Belanda dan pusat Pemerintahan. Jika sekarang kita berkunjung ke Kota Takengon sendiri akan terlihat beberapa bangunan yang memiliki gaya arsitektur tersendiri. Masuknya kolonial Belanda memberikan dampak terhadap infrastruktur Kota Takengon seperti dibuatnya jalan penghubung antar pos-pos kolonial Belanda. Pembuatan jalan penghubung antara Bireuen dengan Takengon yang menggunakan sistem paksa yang mendatangkan orang Jawa dan Cina menjadikan hingga saat ini terdapat etnis Cina dan suku Jawa hingga saat ini yang menetap di Kota Takengon. Bekas pemerintahan kolonial Belanda tersebut selanjutnya berkembang menjadi kota dimana hingga saat ini terus mengalami peningkatan baik jumlah penduduk, infrastrukur, dan pabrik kecil seperti pabrik pengolahan kopi.


Potret perubahan Kota Takengon


Buntul Kubu Tempo Dulu
Buntul Kubu Sekarang



Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAJIAN SEJARAH SOSIAL

HISTORIOGRAFI KOLONIAL